Sekilas Tentang Pengarang Qashidah Burdah
Pengarang atau penyusun
Qashidah Burdah ini ialah Imam al-Bushiri (608-696 H/1211-1296 M). Imam al-Bushiri adalah seorang pendidik yang tegas, ‘arif,
sempurna, suryanya agama, tanda kebenaran ummat, guru orang-orang yang ahli
hakikat, bernama lengkap Abu Abdillah Syarafuddin Muhammad bin Sa’id bin Hammad
bin Muhsin bin Abdullah bin Shanhaj bin Hilal ash-Shanhaji al-Bushiri asy-Syadzili
asy-Syafi’i.
Sebagaimana disebutkan
dalam Jauharat
al-Auliya’ wa A’lam Ahl at-Tashawwuf karya as-Sayyid Mahmud Abul Faidh al-Manufi al-Husaini, Imam al-Bushiri
adalah keturunan Berber yang dilahirkan
di Dallasy Maroko pada awal
bulan Syawal hari Selasa tahun 608 H/1211 M. Kedua orangtuanya berasal dari Maghrib,
kemudian menetap di Dallasy. Namun beliau besar di Bushir, sebuah daerah di
Mesir, sehingga kemudian nama beliau lebih dikenal dengan Imam al-Bushiri. Dalam fiqihnya Imam al-Bushiri
menganut madzhab Imam asy-Syafi’i, madzhab fiqih yang juga dianut oleh mayoritas
penduduk Mesir.
Semasa kecil ia dididik
oleh ayahnya sendiri dengan mempelajari al-Quran dan berbagai ilmu pengetahuan
lainnya. Kemudian ia belajar kepada para ulama di zamannya hingga masa
dewasanya. Dan ia pun menjadi pemuda yang alim dalam ilmu-ilmu agama.
Belum cukup dengan apa
yang didapat, ia memperdalami lagi ilmu agama dan kesusasteraan Arab dengan berpindah
ke Kairo. Di sana ia menjadi seorang sastrawan dan penyair yang handal.
Kemahirannya di bidang syair melebihi para penyair pada zamannya. Karya-karya
kaligrafinya juga terkenal indah. Selain menyusun Qashidah Burdah, Imam al-Bushiri
juga menulis beberapa qashidah lainnya antara lain Qashidah al-Mudhariyah dan
Qashidah al-Humaziyah atau al-Hamziyah.
Imam al-Bushiri sebenarnya tak hanya terkenal dengan
Burdahnya. Ia juga dikenal sebagai ahli fiqih dan ilmu kalam. Namun nama Burdah
telah menenggelamkan ketenarannya sebagai seorang sufi yang besar yang memiliki
banyak murid. Beliau adalah pengikut thariqah Syadziliyah, dengan menjadi murid
Syaikh Abul Abbas al-Mursi yang merupakan murid langsung dari pendiri thariqah
ini yaitu Sayyidina asy-Syaikh Abul Hasan asy-Syadzili. Tercatat bahwa Imam al-Bushiri
dan Syaikh Abdullah bin Ahmad Athaillah as-Sakandari (penyusun al-Hikam),
keduanya merupakan murid kesayangan Syaikh Abul Abbas al-Mursi.
Karya Burdahnya dipandang sebagai puncak karya sastra
dalam memuji Rasulullah Saw. Sehingga Imam al-Bushiri diberi gelar sebagai ‘Sayyidul
Muddah’ yang berarti pemimpin para pemuji Rasulullah Saw.
Beberapa syu’ara
(para penyair) di zaman itu sempat mengkritik bahwa tidaklah pantas pujian
kepada Rasulullah Saw. dalam bait-bait Burdah tersebut diakhiri dengan kasrah (khafadh).
Padalah Rasulullah Saw. agung dan tinggi (rafa’). Kemudian Imam al-Bushiri
menyusun qasidah yang bernama Humaziyyah yang bait-baitnya berakhir
dengan dhammah (marfu’).
Imam al-Bushiri juga
menyusun Qashidah Mudhariyah. Pada qasidah tersebut terdapat bait yang artinya:
“Aku bershalawat kepada Rasulullah sebanyak jumlah hewan dan tumbuhan yang
diciptakan Allah.” Kemudian dalam mimpinya, beliau melihat Rasulullah Saw. berkata
bahwa sesungguhnya malaikat tak mampu menulis pahala shalawat yang dibaca
tersebut.
Imam Ibnu Hajar pernah menyanjungnya: “Al-Bushiri
adalah keajaiban yang ditampakkan Allah Swt. dalam hal susunan prosa dan syair.
Andaikan ia tidak memiliki karya kecuali qasidahnya yang terkenal dengan nama
al-Burdah tersebut, itu sudah cukup mengangkat kemegahannya. Begitu pula
Qashidah Hamziyahnya (qasidah yang diakhiri dengan huruf hamzah) yang memukau.”
Imam al-Bushiri tetap istiqamah dalam hidupnya sebagai
seorang sufi sampai akhir hayatnya. Beliau wafat pada tahun 696 H/1296 M dan dimakamkan di Iskandaria, Mesir.
Makamnya hingga sekarang masih dijadikan tempat ziarah, berdampingan dengan
makam sang gurunya yakni Syaikh Abul Abbas al-Mursi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar